Tantangan-Industri-Keuangan-Peningkatan-Literasi-Keuangan-Masyarakat

Tantangan Industri Keuangan: Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 449 pengaduan masyarakat mengenai transparansi layanan jasa keuangan sepanjang tahun 2013 hingga 2018. Pengaduan tersebut sebagian besar mengenai keterbukaan informasi produk atau layanan perbankan yang dianggap tidak sesuai dengan penawaran di awal. Ada 238 aduan.

Aduan berikutnya adalah mengenai restrukturisasi kredit atau pembiayaan, kesulitan pencairan atau klaim asuransi dan permasalahan agunan atau jaminan.

Terkait dengan aduan tentang tidak transparannya produk perbankan, OJK mencatat hal itu sebagai akibat dari kekurangpahaman pada awal perjanjian. Biasanya pada tahap awal, pemberi layanan keuangan tidak memberikan penjelasan lengkap mengenai produk yang ditawarkan. Jika timbul masalah, kekurangpahaman tersebut kemudian merugikan bagi konsumen. Di sisi lain, perbankan menganggap calon konsumen sudah mengerti risiko dari kredit yang diberikan

Hal lain yang membuat pengaduan perbankan besar, yaitu konsumen tidak menerima salinan perjanjian kredit. Penalti pelunasan yang dipercepat ditentukan sepihak, tidak ada konfirmasi jumlah dana yang ditransfer, dan perubahan bunga dan tenor yang tidak jelas.

Permasalahan yang hampir sama juga menjadi pengaduan terhadap OJK di sektor asuransi. Di mana penyedia asuransi tidak memberi kejelasan dalam memberikan informasi produk kepada nasabah yang biasanya penjelasan itu diberikan melalui telemarketing, seperti misalnya biaya dan risiko tidak diinformasikan dengan baik.

Rendahnya Literasi Keuangan
Minimnya pengetahuan masyarakat akan produk/layanan jasa keuangan ini sejalan dengan hasil survei yang dilakukan OJK  pada tahun 2016 lalu. Hasil survei menunjukkan, inklusi keuangan atau tingkat penggunaan produk dan layanan jasa keuangan masyarakat telah mencapai 67,8 persen. Namun, dari angka tersebut baru 29,7 persen masyarakat Indonesia yang benar-benar memahami layanan jasa keuangan.

Dengan begitu sebenarnya mayoritas pengguna jasa layanan keuangan terutama dari perbankan tidak memahami detail mengenai risiko jasa keuangan yang digunakan. Hal itu bisa menjadi bom waktu apabila ke depannya timbul suatu masalah. Survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat lebih tertarik untuk mengetahui manfaat suatu fitur dan layanan jasa keuangan dibandingkan tahu risiko maupun kewajiban konsumen terhadap produk layanan jasa keuangan.

Tantangan Minimnya Pemahaman Produk Keuangan
Oleh karena itu, OJK menghimbau pada pihak perbankan atau jasa layanan keuangan lainnya dalam memberikan informasi dan layanan kepada masyarakat harus lebih terbuka dan mudah dimengerti. Sebelum melakukan penandatangan perjanjian atau kontrak, penyedia jasa keuangan seharusnya memberikan informasi tentang produk mereka secara lengkap dan mudah dipahami kepada masyarakat.

Informasi tersebut yang paling penting juga menyangkut tentang manfaat dan resiko dari produk tersebut, sehingga masyarakat bisa mengambil keputusan dengan bijaksana.

Diharapkan ke depannya apabila masyarakat sudah lebih paham dan mengerti akan jasa layanan keuangan, maka pengaduan terhadap OJK bisa berkurang. Dan juga yang tidak kalah penting adalah bisa memilah mana jasa keuangan yang lebih aman dan nyaman.

Bagaimana kami dapat membantu Anda?

SMART Legal Consulting adalah Konsultan Jasa Legal Korporasi. Kami memiliki pengalaman dalam membantu Klien dari segi hukum pada saat Klien kami berinvestasi di Indonesia. Mulai dari pendirian PT PMA, hingga pengurusan izin-izin usaha.

Silahkan menghubungi SMART untuk mengatur waktu pertemuan anda dengan kami:

Email : info@smartcolaw.com
Hotline/Whatsapp : +62821-1234-1235
Office : +6221-80674920

Follow by Email
Facebook
Google+
https://blog.smartcolaw.com/tantangan-industri-keuangan-peningkatan-literasi-keuangan-masyarakat/
Twitter
LINKEDIN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


*